Rabu, 26 Agustus 2009

PUNGLI

Kemarin ketika kami ngobrol,teman saya mengungkapkan kekesalan dan kecewaannya.Dia menceritakan tentang pungutan liar yang dilakukan oleh oknum petugas pelabuhan terhadap dirinya.

Ketika sedang melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan dia didatangi oleh seorang oknum yang masih berpakaian dinas.Dengan bahasa yang tidak dipahami makdsudnya oknum tersebut menanyakan siapa pemilik barang yang dimuat dengan wajah yang dipasang seperti seorang jagal.Dengan sigap salah seorang buruh memberikan isyarat kepada teman saya untuk memberikan sejumlah uang.Setelah mendapatkan uang yang diberikan oknum tersebut langsung meninggalkan lokasi dengan gaya bak seorang penguasa.Tidak lama kemudian datang lagi oknum yang lain.Dengan sangat terpaksa teman saya memberikan kembali sejumlah uang.

Mendengar cerita tersebut saya jadi ingat pengalaman yang hampir sama dengan teman tersebut,tetapi tidak sama.Beberapa waktuyang lalu,ketika sedang ikut kawan mengantar barang pesanan dengan menggunakan mobil pick up,kami dicegat oleh beberapa oknum petugas dari Dinas Perhubungan setempat.Ketika saya tanyakan kenapa kami dicegat,oknum tersebut menjawab dengan nada yang garang"Biasa pak,penertiban bukan razia".Mendengar jawaban itu saya hanya tersenyum."Penertiban?"dalam hati saya.Ujung-ujungnya,sama tahulah,ADUL.

Entah sejak kapan,mungkin sejak adanya orang Indonesia pertama atau sejakbrdirinya Republik ini atau Sejak ORLA atau sejak ORBA,permasalahan yang demikian terus saja terjadi.

Dalam fikiran saya penuh dengan tanya;kenapa,mengapa,bagaimana,siapa dan sebagainya.

Kenapa,itulah pertanyaan pertama yang ada dalam benak saya.Kenapa terus berlangsung sampai saat sekarang dimana sebagian besar masyarakat Indonesia sudah mulai berbicara perubaha sikap moral yang lebih baik?Kenapa praktek seperti ini terus dibiarkan?

Pertanyaan kedua adalah mengapa.Mengapa Oknum yang demikian masih banyak dan terus bergerilya dimana-mana?Mengapa selalu ada "regenerasi"oknum yang demikian?Mengapa dikatakan oknum?Lalu siapa yang harus bertanggung dengan perbuatan oknum seperti itu,apakah cukup oknum tersebut saja tanpa harus memintakan pertanggung jawaban dari atasan dan atau pimpinan dilembaga oknum tersebut bernaung sebagai orang yang punya kewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anak buahnya?Padahal dibeberapa kasus seringkali oknum yang melakukan pungutan karena diketahui dan setujui oleh atasannya.Bahkan atasan yang lebih atas lagi juga menerima upeti dari hasil pungutantersebut.

Lalu bagaimana kita menyikapi persoalan seperti ini,apakah melapor,lalu kemana?
Saya pernah membaca di beberapa media cetak yang menyediakan kolom surat pembaca,ada beberapa masyarakat yang mencoba untuk menyampaikannya.Namun secara pribadi saya meragukan efektivitas dari cara tersebut.Hal ini dapat kita lihat di lapangan,tidak adanya perubahan sikap oknum aparat yang melakukan pungutan.

Mungkin sebagain orang menganggap ini adalah hal yang biasa tetapi bagi sebagian orang lagi ini merupakan indikasi bahwa penerapan hukum di Indonesia masih belum maksimal.juga pertanda bahwa ketika sebagian besar mayarakat mencoba untuk memperbaiki mentalitas budaya dirinya sendiri tetapi di pihak lain,dalam hal ini pemerintah sebagai pihak yang paling berkewajiban,telah gagal dalam melakukan perubahan di karenakan pembinaan moral aparat yang tidak pernah dilakukan secara serius.Bahkan menurut saya TIDAK ADA.

1 komentar:

bebasBERUJAR mengatakan...

wkwkwkwkwkwkwk..........