Kamis, 27 Agustus 2009

IBADAH (catatan yang tertinggal di bulan Ramadahan)

MARHABAN YA RAMADHAN.Hampir semua orang terlihat sangat agamis.Di bulan ini orang-orang tampil,sepertinya,sangat khusuk.Majelis-majelis selalu dipenuhi oleh kaum muslim untuk menyimak tawsiah yang di sanpaikan oleh para mubaligh dan berduyun untuk melaksanakan ibadah Ramadahan.Suara orang yang menbangunkan orang-oarang untuk bersahur menggema dimana-mana.Tidak hanya di tempat-tempat yang masyarakatnya muslim yang dikenal sangat religius tetapi juga di daerah lain yang tidak terlalu religius.Fenomena demikian terdapat di seluruh belahan bumi ini,terutama di Indonesia.

Berbondong-bondong masyarakat memenuhi surau dan mesjid untuk melaksanakan shalat taraweh berjamaah.Tua,muda,pria dan wanita.Putih beriring laksana awan turun kejalan.Hampir semua jalan penuh jejal oleh umat yang bergerak menuju tempat-tempat beribadah.

Melihat dinamika demikan,sebagai warga,tentu sangat mengharapkan hal ini juga akan terus berlangsung di luar bulan Ramadhan.Bisakah?Demikian pertanyaan yang muncul.Tentu tidak bisa secara serta-merta mendapatkan jawabannya.Karena sebagian dari kita beranggapan bahwa batasan beribadat di bulan ini merupakan kewajiban yang banyak mendapatkan berkah dan merupakan waktu yang paling pas untuk untuk meraup keuntungan untuk kehidupan di akherat kelak.Sehingga bulan-bulan yang lain tidak terlalu dianggap.Padahal,menurut saya yang awam,beribadah(termasuk shalat dan yang lain) bukan cuma kelakuan tubuh dan bathin yang bersifat temporal tetapi merupakan sesuatu yang melekat dan berdampak pada pola fikir dan tatacara hidup dan berkehidupan.Namun hal ini sangatlah sulit.

Seperti halnya puasa,shalat juga punya esensi yang begitu indah apabila kita dapat menerapkannya dalam kehidupan.Salah satu fungsi shalat,kalau tidak salah,untuk mencegah perbuatan munkar.Mungkin sebagian dari kita,termasuk saya,memahami fungsi shalat ini terbatas pada saat kita melakukan shalat di waktu yang sudah ditentukan .Tetapi ternyata shalat bisa dikatakan shalat apabila kita dapat menerapkan fungsi shalat dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun di luar shalat.Shalat mestinya adalah perubahan sikap moral.

Mungkin sebagian dari kita memahami mencegah perbuatan munkar sebatas pada saat kita melakukan shalat wajib atau sunat.Atau juga sebatas kita melakukan peribadatan yang lain.

Sebenarnya banyak hal didalam shalat yang dapat kita jadikan pedoman untuk melakukan perubahan sikap.Tetapi maukah kita memahaminya untuk selanjutnya mengimplementasikannya dalam hidup bermasyarakat?Memang berat karena dalam proses perjalanannya selalu saja ada benturan-benturan yang sebenarnya hanya mencoba mengoda kita untuk membelok lagi.

Demikian juga dengan puasa dan ibadah lainnya,sejatinya membawa kita kepada perubahan yang lebih baik,terutama sikap moral.

Tetapi ini hanyalah sebuah tulisan yang tertinggal manakala orang-orang sudah terlelap dalam sebuah euforia.Tulisan ini adalah sebuah keisengan dari seorang anak yang berada pada posisi marginal.

Semoga zaman bisa mengerti....







Terbitkan Entri

Rabu, 26 Agustus 2009

PUNGLI

Kemarin ketika kami ngobrol,teman saya mengungkapkan kekesalan dan kecewaannya.Dia menceritakan tentang pungutan liar yang dilakukan oleh oknum petugas pelabuhan terhadap dirinya.

Ketika sedang melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan dia didatangi oleh seorang oknum yang masih berpakaian dinas.Dengan bahasa yang tidak dipahami makdsudnya oknum tersebut menanyakan siapa pemilik barang yang dimuat dengan wajah yang dipasang seperti seorang jagal.Dengan sigap salah seorang buruh memberikan isyarat kepada teman saya untuk memberikan sejumlah uang.Setelah mendapatkan uang yang diberikan oknum tersebut langsung meninggalkan lokasi dengan gaya bak seorang penguasa.Tidak lama kemudian datang lagi oknum yang lain.Dengan sangat terpaksa teman saya memberikan kembali sejumlah uang.

Mendengar cerita tersebut saya jadi ingat pengalaman yang hampir sama dengan teman tersebut,tetapi tidak sama.Beberapa waktuyang lalu,ketika sedang ikut kawan mengantar barang pesanan dengan menggunakan mobil pick up,kami dicegat oleh beberapa oknum petugas dari Dinas Perhubungan setempat.Ketika saya tanyakan kenapa kami dicegat,oknum tersebut menjawab dengan nada yang garang"Biasa pak,penertiban bukan razia".Mendengar jawaban itu saya hanya tersenyum."Penertiban?"dalam hati saya.Ujung-ujungnya,sama tahulah,ADUL.

Entah sejak kapan,mungkin sejak adanya orang Indonesia pertama atau sejakbrdirinya Republik ini atau Sejak ORLA atau sejak ORBA,permasalahan yang demikian terus saja terjadi.

Dalam fikiran saya penuh dengan tanya;kenapa,mengapa,bagaimana,siapa dan sebagainya.

Kenapa,itulah pertanyaan pertama yang ada dalam benak saya.Kenapa terus berlangsung sampai saat sekarang dimana sebagian besar masyarakat Indonesia sudah mulai berbicara perubaha sikap moral yang lebih baik?Kenapa praktek seperti ini terus dibiarkan?

Pertanyaan kedua adalah mengapa.Mengapa Oknum yang demikian masih banyak dan terus bergerilya dimana-mana?Mengapa selalu ada "regenerasi"oknum yang demikian?Mengapa dikatakan oknum?Lalu siapa yang harus bertanggung dengan perbuatan oknum seperti itu,apakah cukup oknum tersebut saja tanpa harus memintakan pertanggung jawaban dari atasan dan atau pimpinan dilembaga oknum tersebut bernaung sebagai orang yang punya kewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anak buahnya?Padahal dibeberapa kasus seringkali oknum yang melakukan pungutan karena diketahui dan setujui oleh atasannya.Bahkan atasan yang lebih atas lagi juga menerima upeti dari hasil pungutantersebut.

Lalu bagaimana kita menyikapi persoalan seperti ini,apakah melapor,lalu kemana?
Saya pernah membaca di beberapa media cetak yang menyediakan kolom surat pembaca,ada beberapa masyarakat yang mencoba untuk menyampaikannya.Namun secara pribadi saya meragukan efektivitas dari cara tersebut.Hal ini dapat kita lihat di lapangan,tidak adanya perubahan sikap oknum aparat yang melakukan pungutan.

Mungkin sebagain orang menganggap ini adalah hal yang biasa tetapi bagi sebagian orang lagi ini merupakan indikasi bahwa penerapan hukum di Indonesia masih belum maksimal.juga pertanda bahwa ketika sebagian besar mayarakat mencoba untuk memperbaiki mentalitas budaya dirinya sendiri tetapi di pihak lain,dalam hal ini pemerintah sebagai pihak yang paling berkewajiban,telah gagal dalam melakukan perubahan di karenakan pembinaan moral aparat yang tidak pernah dilakukan secara serius.Bahkan menurut saya TIDAK ADA.

Selasa, 25 Agustus 2009

bebasBERUJAR

Salam..........
Seringkali kita menemukan,mengalami atau mendengar dari orang lain maupun dari media bahwa "mulut" tak bisa berucap.Kemerdekaan untuk menyuarakan sesuatu yang dianggap perlu dan penting banget untuk disuarakan kadang dirantai oleh sesuatu .....

Pastinya hal tersebut ada peneyebabnya;menyangkut kepentingan dan sebagainmya.

bebasBERUJAR adalah media terbalik dari kondisi tersebut diatas.Bebas menyuarakan apapun tanpa adanya pengungkungan terhadap kebebasan kebebasan berpendapat dan kebebasan lainnya,tentunya dengan batas-batas kewajaran,kesopanan dan tidak bersifat SARA.

Setiap orang bebas untuk menuangkan pemikiran dan ide-ide yang diharapkan bisa membawa dampak pada pola fikir dan prilaku hidup banyak orang.

Kedengarannya memang sangat muluk tapi itu adalah cuma sebuah keinginan seorang anak manusia yang hidup ditengah gelombang yang begiru dahsyat.